Cintailah kekasihmu sekedarnya saja, siapa tahu nanti akan jadi musuhmu...-Ali bin Abi Thalib-
Kita
telah sering mendengar sepatah kata yang mampu menyihir hati menjadi
bergetar karenanya, cinta. Sebuah kata yang berhasil menjadi tonggak
kehidupan di dunia, cinta. Yang menjadi sebuah perasaan damai yang
bersemayam di hati setiap insan, cinta. Satu kata yang telah mewarnai
hidup setiap manusia, cinta.
Kata yang telah membangunkan insan-insan yang tidur, yang menyadarkan
orang-orang yang terlelap, dan yang membangkitkan orang-orang yang patah
semangat. Itulah yang sering disebut cinta.
Cinta yang indah, yang membuat dunia ini sempit bagai milik berdua,
yang menjadikan bumi tempat berpijak bagai karpet merah dan permadani
mewah, yang menjadikan langit bagai pantulan wajah yang dicinta, yang
membuat lautan bagai lukisan tentang keindahan yang dicinta, yang
membuat kicauan burung bagai panggilan dari sang pecinta
Namun, bila rasa cinta yang tumbuh di hati itu ternyata tidak sesuai
dengan realita, tidak sesuai dengan harapan yang semestinya, maka banyak
orang menjadi gila akibat cinta mereka. Perasaan mereka yang awalnya
diselimuti cinta yang lembut kini telah berubah menjadi perasaan yang
kalut. Yang awalnya bunga asmara bersemi dengan indahnya tiba-tiba
menjadi kebun kering kerontang terkena prahara. Yang awalnya persaan
cinta itu menjadi tiang penyangga yang kokoh kini telah berubah menjadi
sebuah tiang yang rapuh. Cinta yang awalnya menjadikan hati bagaikan
bangunan yang megah kini telah menjadi puing penuh derita.
Ya, cinta yang awalnya menjadi sebuah obat kini telah menjadi racun.
Bila orang itu merasakan hancurnya cinta, maka ia juga akan merasakan
hancurnya hidupnya. Hancurnya perasaan seseorang akan berimbas pada
hancurnya diri orang itu sendiri. Ya, hanya karena patah hati.
Seseorang yang patah hati seakan terombang-ambing dan tidak bisa lagi
stabil. Dirinya gelap mata hanya karena mata cintanya telah terpejam.
Haruskah orang yang patah hati merasakan semua kepedihan itu? Pantaskah
bila setiap orang yang patah hati harus menenggak habis setiap
penderitaan itu? Patutkah orang yang telah hancur cintanya menghancurkan
hidupnya sendiri? Jawabannya adalah tidak!
Bermain Hati?
Sebenarnya,
cinta bukanlah satu kata yang dapat dengan mudah kita wujudkan. Perlu
berbagai macam rintangan, ujian, dan cobaan demi mematangkan cinta kita.
Demi membuat cinta kita adalah cinta yang kuat, yang tidak mudah goyah,
yang akan menjadi cinta yang kokoh, yang menjadi cinta yang mengakar
dalam qalbu, cinta yang benar-benar tidak lagi lemah.
Karena cinta bukanlah hal mudah. Cinta yang lemah maka akan mudah pula
dihempas zaman. Cinta yang rapuh maka akan mudah pula diruntuhkan waktu.
Cinta seharusnya perasaan yang kuat, perasaan yang benar-benar muncul
dari ujung qalbu terdalam. Yang mampu memunculkan setitik lentera cinta
yang hangat. Yang mampu menjadi pemicu semangat tak terpatahkan. Yang
muncul sebagai api cinta yang akan menerangi kehidupannya.
Namun sebagai konsekuensinya, ia harus siap ketika cintanya itu diuji.
Karena dunia ini adalah medan pertarungan cinta. Cintanya tidak akan
pernah menjadi sempurna bila cintanya itu sendiri tidaklah teruji dengan
berbagai masalah.
Dan sudah seharusnya setiap orang harus paham akan konsep ini.
Kebanyakan orang tidak mengerti akan hal ini dan ketika cinta mereka
diuji maka cinta mereka tidak kuat menahannya. Dan hasilnya? Cinta itu
akan mudah pudar. Cinta itu akan dengan mudahnya menghilang. Karena
mereka tidak mengerti, cinta itu adalah sebuah jalan yang menentukan dan
bukan hanya sekadar permainan.
Cinta menjadi salah satu indikator kesuksesan kita di dunia dan
keselamatan kita di akhirat. Perhatikanlah bagaimana jalan cinta
orang-orang yang durhaka. Orang-orang yang hanya menjalankan cinta
sesuai dengan hawa nafsunya. Maka sungguh mereka adalah golongan yang
celaka.
Tetapi bila kita mampu menjalankan cinta ini sesuai dengan kodrat dan
kadarnya, maka inilah salah satu jalan keselamatan. Cinta yang tidak
hanya suatu yang dipermainkan hawa nafsu, cinta yang tidak hanya menjadi
senda gurau belaka.
Masihkah kita ingat bagaimana cintanya isteri Aziz kepada Yusuf? Ketika
ia dengan cinta yang telah dipermainkan hawa nafsunya mengajak Yusuf
ingin berzina. Namun ingatlah ketika Yusuf, yang saat itu sudah hendak
ingin terjerat dalam rayuan wanita itu. Ia mampu menahan perasaannya.
Karena jiwa yang ia miliki tidak diperturutkan kepada hawa nafsunya.
Dan yang harus diperhatikan oleh setiap orang adalah, bahwa cinta
adalah sebuah kata kerja dan bukan kata sifat. Sebuah kata yang sudah
seharusnya kita yang mengendalikan dan bukan kita yang dikendalikan.
Jika cinta dijadikan kata sifat dalam kamus kehidupan kita, maka kita
akan hancur sendiri karena cinta. Karena bila cinta dan nafsu yang
mengendalikan kita, maka hancurlah kehidupan –na’udzubillah min dzalik-
Perhatikanlah bagaimana orang-orang yang tidak mampu mengendalikan
cinta mereka. Mereka gelap mata karena perasaan mereka sendiri, mereka
hancurkan diri mereka dengan hati mereka sendiri. Akal mereka
dikendalikan oleh selubung mabuk asmara. Pikiran mereka telah dikaburkan
dengan khamr yang bernama cinta (nikmat, namun mematikan).
Tetapi lihatlah bagaimana orang-orang yang menjadikan cinta itu sebagai
kata kerja. Sebagai sebuah perasaan yang mampu dikendalikan. Akal dan
hatinya tidak dibawahi oleh hawa nafsu atas nama cinta. Mereka mampu
mengatur kadar cinta mereka. Mereka tidak menjadikan diri mereka sebagai
budak jiwa mereka sendiri.
Bila cinta mereka sesuai dengan harapan, maka mereka akan bersyukur.
Namun bila cinta mereka tak sesuai dengan keinginan, mereka tidaklah
kufur. Mereka tidak menghancurkan diri sendiri hanya karena cinta,
karena mereka mampu mengatur hati dan perasaan mereka.
Contoh Terbaik
Dan
bila kita ingin mengaplikasikannya dalam kehidupan kita, maka sudah
seharusnya kita kembali menengok ke belakang. Melihat contoh terbaik
yang berasal dari generasi terbaik, yaitu generasi shahabat, lalu
tabi’in, dan pata tabi’uttabi’in.
Suatu hari, Salman al-Farisi ingin meminang salah seorang wanita
Madinah. Namun karena Salman yang berasal dari Persia tidak tahu
bagaimana cara untuk meminang wanita Madinah, maka ia meminta bantuan
sahabatnya, Abu Darda, untuk meminang salah seorang wanita.
Ketika sampai di rumah si wanita dan setelah mengutarakan maksud dan
tujuan untuk meminang, akhirnya keluarga wanita itu merespon. Keluarga
wanita itu menolak pinangan Salman namun menerimanya Abu Darda bila Abu
Darda berkeinginan untuk menikahi wanita itu.
Apa reaksi Salman? Apakah Salman marah kepada Abu Darda? Apakah Salman
melaknat Abu Darda? Apakah Salman memutuskan hubungannya dengan Abu
Darda? Maka jawabannya adalah tidak.
Yang terjadi justru sebaliknya, Salman rela dengan keputusan keluarga
wanita itu. Lalu dalam salah satu riwayat, Salman berkata,
Aku menghendaki wanita itu, namun ia menghendaki Abu Darda.
Dan dalam riwayat lain Salman berkata,
Semua mahar dan nafkah yang kupersiapkan ini akan aku serahkan pada Abu Darda’, dan aku akan menjadi saksi pernikahan kalian
Sebuah kisah yang benar-benar menggugah. Membuktikan bahwa cinta
bukanlah suatu yang liar, melainkan mampu dikendalikan. Dan Salman telah
membuktikannya. Ia tidak diperbudak dengan cinta dan nafsunya. Namun ia
melihat lewat kacamata keikhlasan. Ia tidak pernah memaksakan kehendak
cintanya. Karena ia tahu bagaimana sebenarnya cinta yang matang. Ia tahu
bahwa cinta yang sempurna datang dari hati yang kuat dan bukan hati
yang labil
Sementara itu, ada lagi salah satu kisah unik dari Ibnul Qayyim al-Jauziyah.
Dahulu Ibnul Qayyim jatuh cinta pada salah satu puteri Imam Al-Mizzi
(salah satu ulama ahlussunnah). Ia sangat mencintainya. Namun ternyata
Imam al-Mizzi tidaklah menikahkan puterinya dengan Ibnul Qayyim,
melainkan dengan Ibnu Katsir, murid Ibnul Qayyim sendiri.
Apakah dengan itu lantas Ibnul Qayyim marah pada Ibnu Katsir? Tidak.
Lihatlah bagaimana orang-orang cemerlang menjadikan cinta itu sebuah
kata kerja, sebuah kata yang ia sendiri yang mengendalikannya.
Penutup
Karena itu, patah hati bukanlah sebuah alasan. Bukan pula menjadi
penghalang. Karena cinta itu butuh ujian untuk semakin mematangkannya.
Cinta yang sempurna muncul dari hati yang kuat. Pahamilah bahwa cinta
itu luas dan bukan sekedar permainan belaka. Hidupkan cintamu dengan
cinta, dan jangan hentikan curahan cintamu itu hanya karena patah hati.
Bangkitlah dari keterpurukanmu!
Wallahu a’lam.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar